Kamis, 25 September 2008

Pataka Kodam XVII/Cenderawasih





Penjelasan Pataka


Bentuk, ukuran dan bahan


Bentuk : Empat persegi panjang.

Ukuran: 
  • Panjang : 90 Cm + 7 Cm Jumbai
  • Lebar : 60 Cm + 7 Cm Jumbai
  • Mahkota tiang : 25 Cm x 15 Cm
  • Inti Lambang : 60 Cm x 50 Cm
  • Panjang Tiang : 250 Cm
  • Garis Tengah tiang : 4 Cm

Bahan:
  • Dasar Pataka : Kain Sutera beludru.
  • Jumbai : Benang Sutera.
  • Lukisan : Benang emas.
  • Koord : Benang Sutera dipintal.
  • Tiang : Kayu jati dipelitur coklat.
  • Mahkota tiang : Logam kuningan.

Tata Warna
  • Dasar Pataka : Hijau tua.
  • Jumbai : Kuning emas.
  • Bintang : Kuning emas.
  • Rangkaian padi : Kuning emas.
  • Rangkaian kapas : Putih perak.
  • Rangkaian daun kapas : Hijau muda.
  • Dasar Inti Lambang : Merah.
  • Pita : Merah, tulisan "Ksatria Pelindung Rakyat " Putih.
  • Burung Cenderawasih : Kuning.
  • Rangkaian anak panah dan tombak berkain berang : Hitam.

Nama/Tulisan, Lukisan dan Tata warna serta arti/maknanya

Nama/Tulisan : “Ksatria Pelindung Rakyat

Maknanya :
Prajurit Kodam XVII/Cenderawasih adalah Ksatria yang bertaqwa kepada Tuhan Ynng Maha Esa, membela kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam upaya melindungi seluruh rakyat di Wilayah Kodam XVII/Cenderawasih.

Lukisan Pataka :
Lambang/Pataka Kodam XVII/Cenderawasih memiliki arti sebagai berikut :

          Bintang bersudut lima melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, lambang sila pertama dari Pancasila, juga merupakan Lambang Angkatan Darat. Bahwa Prajurit Kodam XVII/Cenderawasih adalah Prajurit TNI/AD yang berkepribadian Sapta Marga, Prajurit Pejuang yang berjiwa ksatria dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

          Untaian padi berjumlah 45 butir, untaian bunga kapas berjumlah 8 butir dan daun berjumlah 17 helai melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan tujuan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur yang merata spiritual dan material berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa Prajurit Kodam XVII/Cenderawasih disamping melaksanakan tugas pertahanan keamanan sekaligus berperan sebagai pelopor, stabilisator dan dinamisator pembangunan bangsa dalam upaya pembinaan wilayah melalui pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan.

           Burung Cenderawasih melambangkan khas keagungan Daerah Papua dan Papua Barat, membawa rangkaian sebuah tombak berkain berang senjata tradisional dan dua buah panah senjata tradisional daerah Papua, yang merupakan daerah titik awal adanya Cenderawasih. Bahwa secara geografis (Fauna dan flora) maupun secara historis daerah Papua dan Papua Barat merupakan satu kesatuan wilayah. Bahwa Prajurit Kodam XVII/Cenderawasih bersama-sama dengan rakyat merupakan inti kekuatan untuk bersatu padu, siap sedia dan mempertahankan daerahnya sampai titik darah penghabisan.

Tata Warna dan Artinya
  • Kuning : Kebenaran, keluhuran yang bijaksana dan cendekia.
  • Hijau : Kesabaran, harapan serta kepercayaan
  • Merah : Keberanian yang gagah perkasa
  • Putih : Kesucian yang bersih tanpa pamrih.
  • Hitam : Kemantapan, keteguhan dan kekeluargaan
  • Keseluruhan melambangkan watak seorang Ksatria.

Mustaka dan Standard/Tiang.

Bagian atas (Mustaka)
  • Burung Cenderawasih melambangkan khas keagungan daerah Papua dan Papua Barat.
  • Kendi menggambarkan salah satu persantapan yang dipakai oleh Raja pada jaman dahulu baik di daerah Papua maupun Papua Barat.
          Pada alat kendi dilukiskan kata/Kalimat Surya Sangkala; "VIRA MANGGALA DHARMA           BWANA" YANG MENGANDUNG ARTI ANGKA TAHUN:

          VIRA 5 (lima).
          MANGGALA 8 (delapan). 
          DHARMA 9 (sembilan).
          BWANA 1 (satu).

Surya sangkala tersebut menunjukkan angka tahun 1985 yaitu tahun kelahiran Kodam VIII/Trikora pada tanggal 1 April 1985 yang saat ini telah berubah menjadi Kodam XVII/Cenderawasih.

Surya sangkala tersebut merupakan sebuah seloka yang mengandung arti dan makna sebagai berikut :

VIRA MANGGALA DHARMA BWANA

VIRA berarti kepahlawanan Patriotisme yang diwariskan oleh pahlawan-pahlawan bangsa dalam merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia akan memberikan Motivasi, Inspirasi dalam menumbuhkan dan memperteguh moril, moral dan semangat pengabdian untuk melanjutkan cita-cita perjuangan.

MANGGALA berarti: Senopati, Prajurit, pegangan/pedoman keprajuritan. Olah keprajuritan, kemahiran dan ketrampilan ialah Yudha yang didukung oleh keahlian yang tangguh, trengginas dan mempunyai bobot kualitas yang tinggi, mampu menjabarkan Doktrin Perjuangan ABRI dalam karya keprajuritan. Mempunyai keluasan pandangan ke depan yang dilandasi kemahiran dan ketrampilan menjawab tantangan masa kini dan kearifan menjangkau masa depan.

DHARMA berarti: Karya, bhakti, pengabdian, Karya yang dilandasi semangat, pengabdian berbhakti tanpa pamrih, meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan golongan/pribadi. Berperan secara aktif dengan semangat pengabdian yang tinggi bersama-sama dengan kekuatan sosial lainnya memikul tugas dan tanggung jawab, perjuangan bangsa baik di bidang pertahanan keamanan negara maupun di bidang pembangunan kesejahteraan bangsa.

BWANA berarti: Dunia, Negara. Wadah perjuangan bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai wadah perjuangan bangsa mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ikut serta menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi.

VIRA MANGGALA DHARMA BWANA

Mengandung arti:
Dengan dilandasi jiwa kepahlawanan dalam memperteguh moril, moral dan semangat pengabdian dan disertai kemampuan olah keprajuritan yang tangguh dan keluasan pandangan ke depan, mendharma baktikan diri bersama-sama dengan kekuatan sosial lainnya dalam memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa baik di bidang pertahanan keamanan maupun di bidang pembangunan kesejahteraan bangsa dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Bagian Bawah (Standard/Tiang) :
Terdapat 4 ukiran burung Cenderawasih yang masing-masing sisinya terdapat sebuah lingkaran yaitu sisi sebelah kanan terlukis Lambang/Panji TNI AD “ Kartika Eka Paksi “ yang merupakan Komando Atasan langsung Kodam XVII/Cenderawasih dan sisi sebelah kiri terlukis Lambang/Pataka Kodam XVII/Cenderawasih.


Sejarah Singkat Kodam XVII/Cenderawasih


      


           Dengan rahmat Tuhan YME, Bangsa Indonesia dapat mengumandangkan kemerdekaan dari Sabang sampai Merauke. Namun demikian makna Proklamasi 17 Agustus 1945 tidak segera dinikmati oleh rakyat Irian Barat karena masih berada dibawah penjajahan Belanda. Pemerintah RI telah berupaya menyelesaikan pengambilan Irian Barat secara damai melalui diplomasi, namun selalu mengalami kegaggalan.

         Dalam suasana konflik dengan Belanda atas penyelesaian pengembalian Irian Barat, Presiden RI Bung karno mengumandangkan Tri Komando Rakyat yang disingkat TRIKORA di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961. Tri Komando Rakyat ini mendapat respon dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, termasuk rakyat Irian Barat. Untuk mewujudkan Tri Komando Rakyat tersebut, pada bulan Februari 1962 dibentuk Komando Mandala pembebasan Irian Barat dengan Panglima Mayjen TNI Soeharto.

           Pada tanggal 8 Agustus 1962, Panglima Angkatan Darat membentuk Kodam XVII Irian Barat dengan Surat Keputusan Pangad Nomor : KPTS 1052/ 8/1962 dengan nama lengkapnya Komando Daerah Militer Irian Barat. Selanjutnya tanggal 15 agustus 1962 berlangsung perundingan secara bilateral pemerintah Republik Indonesia dengan Belanda di New york yang menghasilkan penandatanganan Persetujuan Indonesi- Nederland mengenai :

1. Gencatan senjata dilakukan di Irian Barat.
2. Belanda akan menyerahkan Irian Barat kepada Republik Indonesia melalui PBB.

Sebagai tindak lanjut persetujuan New York tersebut, maka PBB membentuk pemerintahan transisi di Irian Barat, yaitu UNTEA (United Nation Temporary Executive Authority).

        Untuk menyiapkan pengalihan tanggung jawab keamanan dari UNTEA, Pemerintahan Republik Indonesia membentuk satuan tugas yang disebut Kontingen Indonesia Irian Barat (KOTINDO) yang secara taktis dibawah UNTEA yang kemudian menjadi inti Kodam XVII/Irian Barat.

         Pada tanggal 1 Mei 1963 UNTEA menyerahkan Irian Barat kepada Pemerintah Republik Indonesia, dan selanjutnya pada tanggal 17 Mei 1963 Kodam XVII/Irian barat dirubah menjadi Kodam XVII/Cenderawasih, yang segera melaksanakan fungsinya baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sebagai kekuatan Sosial Masyarakat. Atas dasar fakta sejarah ini, maka pada tanggal 17 mei 1963 ditetapkan sebagai hari jadi Kodam XVII/Cenderawasih.

         Untuk menghadapi pembangunan nasional yang pesat, dan kemungkinan adanya ancaman, maka pemerintah Republik Indonesia memandang perlu mengadakan reorganisasi ABRI. Untuk Jajaran TNI AD reorganisasi dilaksanakan sesuai perintah operasi Kasad Nomor: 01 tanggal 27 September 1984. Beberapa Kotama dilikuidasi, kemudian dibentuk Kotama baru. Kodam XV/Pattimura dan Kodam XVII/Cenderawasih dilikuidasi menjadi Kodam VIII/Trikora dan diresmikan pada tanggal 8 mei 1985 meliputi Maluku dan Irian Jaya. Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor : Skep/11/V/199 tanggal 7 Mei 1999 tentang perubahan nomor registrasi wilayah Kodam XVII/Trikora menjadi Kodam XVII/Trikora terhitung mulai tanggal 12 Mei 1999 dan hanya meliputi wilayah Irian Jaya.

          Dalam perjalanan sejarah selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Kasad nomor Skep/175/IX 2007 tanggal 26 September 2007, maka terhitung mulai tanggal 5 Oktober 2007 nomor Registrasi Kodam XVII/Trikora berubah menjadi Kodam XVII/Cenderawa-sih yang meliputi wilayah Papua dan Papua Barat serta membawahai 4 Korem dan 12 Kodim.

          Pada tanggal 17 Mei 2008 Kodam XVII/Cenderawasih genap berusia 45 tahun. Meski beragam hambatan menantang di medan tugas yang berat, Prajurit Kodam XVII/Cenderawasih maju melangkah bersama rakyat mencapai kejayaan dan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan stabilitas pertahanan yang mantap untuk menunjang pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Kodam XVII/Cenderawasih sejak dibentuknya dipimpin berturut-turut oleh :
• Brigjen TNI U Rukman (1963-1964)
• Brigjen TNI R. Kartidjo (1964-1966)
• Brigjen TNI Bintoro (1966-1968)
• Brigjen TNI Sarwo Edi Wibowo (1968-1970)
• Brigjen TNI Acub Zainal (1970-1973)
• Brigjen TNI Kisrad Sutrisno (1973-1975)
• Brigjen TNI Imam Munandar (1975-1978)
• Brigjen TNI C. I. Santoso (1978-1982)
• Brigjen TNI R. K. Sembiring Meliala (1982-1985)
• Mayjen TNI H. Simanjuntak (1985-1986)
• Mayjen TNI Setijana (1986-1987)
• Mayjen TNI Wismoyo Arismunandar (1987-1989)
• Mayjen TNI Abinowo (1989-1992)
• Mayjen TNI E. E. Mangindaan (1992-1993)
• Mayjen TNI Tarub (1993-1994)
• Mayjen TNI I Ketut Wirdana (1994-1995)
• Mayjen TNI Dunidja (1995-1996)
• Mayjen TNI Johny Lumintang (1996-1998)
• Mayjen TNI Amir Sembiring (1998-1999)
• Mayjen TNI Albert Ingkiriwang (1999-2000)
• Mayjen TNI Tonny A. Rompis (2000)
• Mayjen TNI Mahidin Simbolon (2001-2003)
• Mayjen TNI Nurdin Zaenal M.M. (2003-2005)
• Mayjen TNI George Toisuta (2005-2006)
• Mayjen TNI Zamroni S.E. (2006- 2007)
• Mayjen TNI Haryadi Soetanto (2007-2008)
• Mayjen TNI A.Y. Nasution (2008-sekarang)